Senin, September 14, 2009

Ka’bah Universal Time : Sistem Waktu Islam

mumpung momen-nya pas nich...

Quote:
Ka'bah Universal Time


Time System yang belaku sekarang menggunakan Kalender Gregorian yang pupoler disebut kalender Masehi dengan pola peredaran bumi mengelilingi matahari.
Sebenarnya Islam telah memiliki time system sendiri yang merupakan gabungan pola Qamariyah dan syamsiah yang lebih dikenal dengan sistim kalender Hijriah.

Orang Jawa sebenarnya sudah memiliki sistem kalender Jawa yang memiliki pola yang sama dengan sistim kalender Islam. Dan Sultan Agung Hanyakrakesuma menggabungkan sistem kalender Islam dengan sistim kalender Jawa. Sungguh amat disayangkan bahwa *kekayaan* ini banyak dilupakan orang (Jawa - Islam). Sehingga tidak banyak lagi *warga negara* mengetahui tentang system waktu Jawa-Islam.

Dalam kalender Gregorian (Masehi), membagi waktu dunia menjadi dua bagian dengan menetapkan garis tanggal international 0* pada Greenwich dan 180* pada selat Bosporus (antara Rusia Canada). Penggantian Tanggal harian ditetapkan pada jam 00:00 pada Meridian 180*.
Penetapan garis tanggal International diprakarsai oleh Stanford Fleming (Canada) dan Charles F Down (Amerika) pada tahun 1883 dan disyahkan sebagai sistim tata waktu international dalam suatu konvensi pada tahun 1885. Maka sejak saat itu dunia *terbelah dua* dengan latitude 0* ~ +180* sebagai Bujur Timur dan 0* ~ -180* sebagai Bujur Barat. Maka sejak itu kita mengenal negara-negara Barat dan Negara-negara Timur.

Dalam proyeksi perjalanan matahari dari Timur ke Barat, maka negara negara yang berada pada merian 0* ~ +180* akan mendahului 1 hari dibandingkan dengan negara-negara Barat yang ada pada meridian 0* ~ -180*. Lalu apa akibatnya ?
Ka'bah yang terletak pada meridian +40* BT dan Indonesia yang terbentang dari meridian +94* ~ +141* BT (bujur Timur) memiliki selisih waktu 4 ~ 6 Jam (15* meridan per jam). Dimana Indonesia (Jakarta) mendahului 4 jam lebih awal dibandingkankan waktu di Ka'bah (Mekkah). Sehingga (misalnya) kita melakukan Shalat Ied pada pagi hari jam 7:00 maka Umat muslim di Mekkah masih melakukan Takbir atau masih ada yang terlelap tidur (jam 3:00 dinihari.) Jika mengacu pada QS Al Imran ayat 96:
"Inna Awwala baitin wudi'a linnasi lallazina bibakkata mubarakhan wahudan lil 'alamnin".
{sesungguhnya rumah mula-mula dibangun untuk (tempat ibadat) manusia, ialah Baitullah yang ada di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua umat manusia).
Dan bilamana surat diatas kita gandeng dengan Surat Al Hujurat ayat 1 (QS 49:1) "Ya ayyuhal ladzina aamanu tuqqadimu baina yadayillahi wa rasuullihi wattaqullaha innallaha sami'un 'aliim." 
(Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan mengetahui).
maka secara jelas bahwa umat muslim yang berada disebelah timur Mekkah (meridian > 40* BT ~ 180* BT) MENDAHULUI melakukan ibadah Maddah dan bertentangan dengan sunnah Rasul.

Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir , Ibnu Abu Dunya meriwayatkan pada kitab Al Adhahi, dimana Rasullulah membatalkan ibadah penyembelihan hewan Qurban karena mereka melakukan penyembelihan hewan Qurban sebelum Rasulullah melakukanya. Dan memerintahkan mereka mengulangi penyembelihan Hewan Qurban setelah beliau melakukan penyembelihan. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Tabhrani dalam kitab Al Ausath.
Jelasnya kita bisa terkecoh, manakala Kalender Gregorian (Masehi) sebagai petunjuk tanda waku ibadah Maddah karena kita akan selalu mendahului menjalankan shalat sebelum Shalat yang sama dilakukan di Baitullah Mekah pada hari yang sama.
KUT tidak membagi tanggal international menjadi menjadi dua bagian (timur dan Barat). Tetapi dengan menggeser Garis waktu penggantian tanggal 180* meridian ke 40* BT. dan ditetapkan sebagai 0* meridian Ka'bah UT. Dan penggantian tanggal tidak lagi pada jam 00:00 tetapi pada jam 18:00, sebagimana layaknya orang Jawa yang menyatakan bahwa (misal) hari Kamis Sore jam 18:00 adalah malam Jum'at/awal Jum'at). Atau biasa kita menyebut sabtu petang sebagai Malam Minggu. Yang lebih menitik beratkan pada faham tata waktu Jawa.

Struktur meridian tidak lagi dibelah menjadi dua arah tetapi menjadi satu arah mengikuti garis edar matahari dari kiri ke kanan, dimana posisi Greenwich (GMT) terletak pada -40* KUT dan posisi Indonesia/Jakarta menjadi -294* KUT di belakang merdian Ka'bah (Mekkah) atau 19 Jam dibelakang Ka'bah (selisih satu hari dibelakang garis waktu Ka'bah).
Pada saat di Mekkah melaksanakan Shalat Maghrib 18:30 GMT tanggal 1 Agustus, maka di Jakarta masih jam 22:30 malam GMT tanggal 31 Juli menjelang Subuh. Dengan demikian tidak lagi mendahului melakukan shalat maghrib untuk tanggal 1 Agustus.

Disadari bahwa memang sulit dipahami secara selintas tanpa membiasakan diri dengan dengan konversi waktu GMT ke KUT yang banyak dipakai oleh para orang tua Jawa dalam menunaikan ibadah Madhah. Adaptasi terhadap perubahan garis waktu dari jam 00:00 maju selama 6 jam ke jam 18:00 bukanlah persoalan yang gampang. Karena ini bukan lagi bersifat sekedar transformasi linear pergeseran meridian yang mengubah tatanan dunia yang telah mapan dan dipakai ratusan tahun. Tetapi lebih bersifat mengembalikan kepada fitrah alam dimana pergerakan alamiah adalah dari kanan ke kiri.
Kanan dikatakan sumbu positip dan kiri sumbu negatip. Yang oleh ilmu pengetahuan sampai sekarang diakui sebagai kebenaran haqiqi.

Lihatlah Thawaf berputar dari kanan kekiri, Bumi berputar dari kanan ke kiri (proyeksi tehadap matahari), Balap mobil, atletik maupun balap sepeda di velodrome semuanya berputar dari arah kanan kekiri. Ini semua bukan hanya kebetulan tetapi telah dipertimbangkan oleh para akhli (pemikir-pemikir) bahwa menentang fitrah alam adalah bentuk "pemberontakan" terhadap sesuatu yang Haq yg menentang energi metafisis.
kita dapat segera menyadari bahwa dalam beribadah bukan hanya sekedar ikut-ikutan atas aturan yang sudah ada, tetapi lebih menitik beratkan pada kebenaran yang Haq yaitu tidak mendahului seperti yang telah diriwayatkan oleh para ahli hadist / sunnah Rasul.
Sumber


Sementara ada pendapat lain yang mengatakan :
Quote:
Waktu Ibadah, perlukah Waktu Mekkah?
Antara Kalender Gregorian, Waktu Ibadah, dan Waktu Ka’bah

T. Djamaluddin

Peneliti Utama Astronomi Astrofisika

Anggota Badan Hisab Rukyat Depag RI

Ada teman yang memforward pertanyaan terkait dengan diskusi waktu ibadah dan usulan untuk menggunakan KUT (Ka’bah Universal Time) atau pada kesempatan lain diusulkan Mekkan Mean Time (MMT) untuk menggantikan GMT (Greenwich Mean Time) atau UT (Universal Time) yang saat ini digunakan. Kalender Gregorian pun dianggap bermasalah dalam kaitan dengan waktu ibadah Jumat. Berikut tanggapan singkat saya.


Pertama, tidak ada masalah dengan kalender Gregorian. Islam menghargai dua sistem kalender, karena baik matahari maupun bulan beredar berdasarkan perhitungan. Baca QS. 10: 5 “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak” dan QS. 55:5 “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. Hanya saja untuk keperluan ibadah, Allah dan Rasulul-Nya mengajarkan untuk untuk melihat hilal, sebagai cara termudah melihat pergantian tanggal.


Kedua, tidak ada masalah juga pada GMT (Greenwich Mean Time) atau UT (Universal Time) karena itu hanya berdasarkan definisi agar pergantian hari matahari terjadi di wilayah tanpa penduduk di Pasifik. Kalau diganti dengan Ka’bah Universal Time, harus disepakati secara universal, bukan hanya ummat Islam agar sifat universal benar adanya. Tentu saja harus ada alasan logis. Secara astronomis, tidak ada keuntungan mengubah UT menjadi sistem waktu universal lainnya, karena posisi pergantian hari harus diperhitungkan. Selain itu, mengubah sistem dari UT ke KUT hanyalah mengubah konversi waktu saja (plus atau minus sekian jam) yang tidak bermakna hakiki.


Ketiga, harus disadari bersama persoalan waktu ibadah adalah persoalan waktu lokal. Baca QS. 17:78 “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)” dan QS. 62:9-10 “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Waktu shalat ditentukan berdasarkan ketampakan matahari. Shalat Jumat pun di tentukan berdasarkan waktu lokal. Kalau mengikuti waktu shalat Jumat di Mekkah, waktu kerja (mencari karunia Allah) bisa-bisa sudah malam hari saat orang beristirahat.


Ke-empat, masalah hari Jumat. Di manakah pergantian hari yang terbaik? Sistem sekarang dengan pergantian hari di garis tanggal di Pasifik adalah cara yang paling optimal. Pemisahan hari terjadi di wilayah yang terpisah luas oleh lautan. Jadi hari Jumat berawal dari Pasifik Barat, lalu ke Asia Timur & Australia, Asia Tenggara, Asia Tengah, Timur Tengah, Eropa & Afika, berakhir di benua Amerika. Shalat Jumat dilakukan sesudah tengah hari menurut waktu lokal. Soal pergantian hari sejak maghrib, tidak masalah, karena itu hanya mengikuti pada penentuan awal tanggal yang bermula saat rukyatul hilal saat maghrib.


Jadi, kesimpulannya tidak perlu ada KUT. KUT bisa menambah kerumitan baru antara Universal Time yang benar telah diterima universal dengan Ka’bah Universal Time yang hanya bersifat “universal” semu kelompok tertentu.
Sumber

Multi-Quote This Message

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOmentar aNda

Template Design by prieto
ShoutMix chat widget